Saturday, March 22, 2008

Orang pintar dan orang bodoh



Kadang-kadang kita suka meluputkan perhatian dari hal-hal yang sederhana. Padahal yang sederhana itu kadang justru sangat berguna. Boleh simak deh, pemikiran yang satu ini. Kalau sudah pernah membaca ini, anggaplah ini sebagai pengingat saja. Buat yang belum, silakan dinikmati. Syaratnya satu, enggak boleh marah yaaa! ORANG BODOH VS ORANG PINTAROrang bodoh sulit dapat kerja, akhirnya dia bisnis sendiri.Agar bisnisnya berhasil, tentu dia harus rekrut orang Pintar.Walhasil Bosnya orang pintar adalah orang bodoh. Orang bodoh sering melakukan kesalahan, maka dia rekrut orang pintar yangtidak pernah salah untuk memperbaiki yang salah.Walhasil orang bodoh memerintahkan orang pintar untuk keperluan orang bodoh. Orang pintar belajar untuk mendapatkan ijazah untuk selanjutnyamendapatkan kerja. Orang bodoh berpikir secepatnya mendapatkan uang untukmembayari proposal yang diajukan orang pintar.Orang bodoh tidak bisa membuat teks pidato, maka dia suruh orang pintar untuk membuatnya. Ketika orang-orang pintar yang lain mendengar pidato orang bodoh yang dibikinkan oleh orang pintar itu, mereka pun memuji si orang bodoh dan menyebutnya "pintar."Orang bodoh kayaknya susah untuk lulus sekolah hukum (SH). oleh karena itu orang bodoh memerintahkan orang pintaruntuk membuat undang-undangnya orang bodoh.Orang bodoh biasanya jago cuap-cuap jual omongan,sementara itu orang pintar percaya.Tapi selanjutnya orang pintar menyesal karena telah mempercayai orang bodoh.Tapi toh saat itu orang bodoh sudah ada di atas mereka.Orang bodoh berpikir pendek untuk memutuskan sesuatu, maka dia suruh masalah itu dipikirkanpanjang-panjang oleh orang pintar, walhasil orang orang pintar menjadistaffnya orang bodoh.Saat bisnis orang bodoh mengalami kelesuan,dia PHK orang-orang pintar yang bekerja untuknya.Tapi orang-orang pintar DEMO, Walhasil orang-orang pintar"meratap-ratap" kepada orang bodoh agar tetap diberikan pekerjaan.Tapi saat bisnis orang bodoh maju, orang pinter akan menghabiskan waktuuntuk bekerja keras, sementara orang bodoh menghabiskanwaktu untuk bersenang-senang.Mata orang bodoh selalu mencari apa yang bisa di jadikan duit.Mata orang pintar selalu mencari kolom lowongan perkerjaan.Bill Gates (Microsoft), Dell, Henry Ford,Thomas Alfa Edison, Tommy Suharto, Liem Sioe Liong (BCA group).Adalah orang-orang Bodoh (tidak pernah dapat S1) yang kaya.Ribuan orang-orang pintar bekerja untuk mereka.Dan puluhan ribu jiwa keluarga orang pintar bergantung pada orang bodoh.PERTANYAAN :Jadi mending jadi orang pinter atau orang bodoh??Pinteran mana antara orang pinter atau orang bodoh ???Mulia mana antara orang pinter atau orang bodoh??Susah mana antara orang pinter atau orang bodoh??KESIMPULAN:Jangan lama-lama jadi orang pinter,lama-lama tidak sadar bahwa dirinya telah dibodohi oleh orang bodoh.Jadilah orang bodoh yang pinter dari pada jadi orang pinter yang bodoh.Kata kunci nya adalah "resiko" dan "berusaha",karena orang bodoh berpikir pendek maka dia bilang resikonya kecil,selanjutnya dia berusaha agar resiko betul-betul kecil.Orang pinter berpikir panjang maka dia bilang resikonya besar untukselanjutnya dia tidak akan berusaha mengambil resiko tersebut.Dan mengabdi pada orang bodoh.
Ditulis Oleh R Bambang Aris Sasangka

Monday, 17 March 2008
Read More

Friday, March 14, 2008

jerit bayi di siang hari



Siang hari, saat mentari masih di atas ubun-ubun, tiba-tiba jerit tangis bayi terdengar keras. Suara itu keluar dari salah satu rumah sederhana milik Sarto, 40, warga Badran, Kepyar, Purwantoro.
Jerit tangis bayi itu seketika membawa kabar gembira bagi keluarga Sarto. ”Di rumah adik saya inilah, cucu saya terlahir dengan sehat wal afiat. Tepat pukul 14.00 WIB, hari Minggu Legi,” ujar kakak Sarto, Sakiman, 50, dengan wajah berbinar.Minggu (9/3) siang itu, memang hari yang sangat mendebarkan bagi keluarga Sakiman. Puteri ketiganya, Giyanti, 22, saat itu tengah mengandung bayi sembilan bulan. ”Saya langsung memanggil Bu Bidan ke sini. Soalnya, sejak pagi itu anak saya ini berkali-kali ke kamar kecil terus. Saya menduga pasti mau melahirkan,” terang Ibu Giyanti, Kiyem, kepada Espos, Selasa (11/3).Pertaruhan antara hidup dan mati itu akhirnya berakhir gembira. Si jabang bayi itu akhirnya terlahir ke dunia dengan sehat bugar tak seperti yang dicemaskannya selama ini. ”Soalnya, kata Bu Bidan, kondisi janin di perut saya ini lemas setelah kejadian tanah ambles beberapa hari lalu itu. Saya sempat khawatir,” sambung Giyanti sambil bersandar pada dipan kasur.Kejadian tanah ambles beberapa hari lalu di dusun terpencil itu membuat keluarga Sakiman bermuram durja. Bukan saja rumahnya yang rata dengan tanah, namun kondisi janin anaknya juga sempat mencemaskan lantaran mengalami syok berat. ”Beruntung, ternyata cucu kami lahir dengan selamat tanpa cacat fisik apa pun,” ungkap Sakiman penuh syukur.Kini, kelahiran bayi seberat 2,5 kg itu seperti menyapu awan kemuraman pada keluarga Sakiman. Dan selama sepekan ke depan, para tetangga dan handai tolan selalu njagong di rumah adik Sakiman untuk merayakan kelahiran bayi laki-laki itu. Maklum saja, rumah Sakiman kini hanya menyisakan puing-puing. ”Selama menanti relokasi, kami sekeluarga tinggal di rumah adik saya ini. Untuk selametan selama sepekan ke depan juga di sini,” paparnya.Saking bahagiannya, Giyanti malah belum berani memberi nama anaknya yang lahir pertama itu. ”Masih menanti persetujuan suami dulu. Sekarang masih kerja di Jakarta,” ujar Giyanti. Dalam waktu dekat ini, sang ayah bayi itu akan dibikin terkejut bahagia.

kini, keluarga Sakiman bertambah satu jiwa lagi. Seorang putera yang didamba bakal menjadi insan bermartabat bagi nusa bangsa ini.- Aries Susanto, wartawan solopos.
Read More

naisya..


Nama bocah itu sungguh indah, Naisya. Usianya baru 23 bulan. Sore itu, dia berlari-lari kecil di teras rumahnya. Sesekali, dia minta gendong neneknya, Tuminem. Meski baru saja menangis, Naisya tetap terlihat ceria. “Kegiatan Naisya tiap hari itu bermain. Dia seperti nggakkenal kesel. Tapi, tubuhnya itu tetap kurus,” ujar Siswati, ibunya Naisya di kediamannya RT 02/ RW I, Kedungareng, Sendang, Wonogiri, Jumat (14/3).
Kondisi tubuh Naisya memang kurus. Pergelangan kakinya seperti tanpa ada lapisan daging. Berat badannya hanya 7,8 kilogram. Padahal berat ideal untuk anak berusia 23 bulan adalah 9,8 Kg-14,9 Kg. “Naisya adalah satu-satunya balita yang terserang gizi buruk di Dusun Kedungareng. Dari bulan ke bulan kondisi tubuhnya tak berubah. Tetap kurus,” ujar bidan Puskesmas II Wonogiri yang enggan disebutkan namanya.
Nenek Naisya, Tuminem mengaku sudah kehabisan akal untuk membujuk cucu kesayangnnya itu agar doyan makan. Soalnya, kebiasaan Naisya sejak kecil adalah susah makan. Itulah yang rupanya membuat keluarga Naisya selalu dirundung kesedihan. “Kalau sehatnya sih sehat. Tapi berat badanya itu yang memprihatinkan. Soalnya, susah sekali makan,” sambung Tuminem.
Naisya rupanya tak sendirian. Di dusun lain, rupanya anak-anak Balita juga banyak yang bernasib sama dengan Naisya. Minatul Maula contohnya. Saat ditemui Espos di kediamnnya di Dusun Cakaran, Sendang, Wonogiri, Balita berusia 32 bulan ini memang seperti tak menampakkan terserang kurang gizi. Dia sudah bisa bicara dengan lancar, langkahnya juga gesit, sesekali bermain menaiki pagar. “Saya itu sampai khawatir kalau terjatuh. Anak saya ini termasuk hiper aktif. Jarang mau duduk diam. Tapi, anehnya itu berat bedannnya tak bisa bertambah,” ujar ibu Maula, Dwi Prihatmini.
Keheranan Dwi semakin bertambah jika mengamati tingkah anaknya itu ketika berada di dalam bus. Maula rupanya gemar sekali dengan AC, meski malam-malam atau musim dingin. “Saya sampai masuk angin kena AC. Eh, Maula malah nggak apa-apa. Dan kalau tidur, dia juga nggak mau pakai selimut, padahal hawanya dingin sekali kan,” sambung ayah Maula, Suyoto.
Ada lagi Balita yang bernasib dengan Maula dan Naisya, yakni Alvansa. Alvansa hampir memiliki kebiasaan yang sama seperti Maula, yakni susah makan. “Baru dua bulan ini dia mau makan nasi. Sebelumnya, ogah-ogahan terus. Kalau dipaksa, besokya pasti langsung buang air besar,” terang Riyanto, ayah Alvansa.Meski setiap bulan selalu diperiksakan ke Posyandu, kata Riyanto, namun berat badan puteri pertamanya itu tetap saja kurus. Padahal, baik Riyanto maupun ibunya Alvansa, Setiati tak pernah absen membelikan vitamin buat puterinya yang kini berusia 25 bulan ini. “Sampai setiap apa yang dinasihatkan orang, saya selalu membelikan. Tapi tetap saja beratnya segitu,” terangnya.
Read More

Thursday, March 13, 2008

sudirman...

Harapan adalah secercah cahaya yang menerangi dan memeriahkan jalan manusia. Sepenggal nasihat inilah yang membuat pria satu ini tetap menggantungkan harapannya di langit Mojosongo.
Sebuah kampung seniman yang penuh dengan atraksi budaya dan kaya kearifan lokal, rupanya telah lama bergayut dalam alam khayalnya. Dan kini, impian itu bukan khayalan lagi. Namun telah dekat sekali di pelupuk mata. ”Alhamdulillah komitmen para seniman Mojosongo benar-benar bulat, yakni menjadikan Mojosongo menjadi kampung seniman,” ujarnya sambil sesekali menghisap sebatang rokoknya dalam-dalam.Pria itu memiliki nama Sudirman Aditomo. Jabatannya sebagai Ketua Kelompok Sadar Wisata (Pokdarwis) di kelurahan yang memiliki 35 RW itu, telah memaksa dirinya melakukan gebrakan segar soal pariwisata. ”Maksud saya dulu, para seniman yang ada di Mojosongo bisa digandeng Pokdarwis untuk maju bareng-bareng,” tukasnya dengan lancar.Gaya bicara orang yang satu ini memang cas-cis-cus tanpa kendala sama sekali, meski usianya telah senja sesenja rambutnya yang memulai memudar. Kadang dia bercerita tentang obsesi Pokdarwis ke depan. Sesekali menganalisa persoalan kelurahan, Kota Solo, atau bangsa ini dari kacamata pribadinya. Jika kebetulan membaca artikel atau tajuk rencana koran yang selaras dengan kondisi saat ini, dia tak segan-segan mengacungi jempol. ”Pas sekali tajuk ini. Memang Musrenbangkel itu harus dikaji ulang,” komentarnya saat itu.Widodo, salah satu Sekretaris Pokdarwis Mojosongo pun mengakui pemikiran Sudirman ini. ”Wah, kalau bicara sama dia itu kadang saya sampai nggak nyambung,” ujar Widodo. Saat ditemui Espos di kediamannya beberapa waktu lalu, Sudirman masih mengenakan baju batik berwarna merah senja dan berbalut sarung. Kesan rileks sangat terasa saat berbincang-bincang dengannya. Dia tak segan-segan membuka kembali arsip-arsip masa lalunya kepada Espos. Maklum saja, Sudirman menjabat sebagai Ketua Pokdarwis memang telah berulang kali. ”Bahkan, sebelum Pokdarwis dibentuk pun, saya telah lama berkecimpung di bidang ini,” terangnya. Tak heran, ketika lembaga ini didirikan, dia dipercayai sebagai nahkodanya. Dia dinilai bisa jlentrehkan sekian gagasan ke depan soal kesenian budaya. ”Mojosongo itu kaya seniman. Mulai dari menjamurnya padepokan, pengrajin sangkar burung, situs-situs sejarah, serta keanekaragaman budaya lainnya. Saatnya, ruh kesenian kembali ke kampung. Bukan saja di Keraton dan Mangkunegaran,” paparnya. Aries susanto, wartawan solopos.
Read More

wanita perkasa


Warti tak berkeluh kesah, meski peluhnya terus bercucuran. Sesekali saja wanita berusia 45 tahun itu istirahat, sambil mengibaskan topinya untuk mengusir hawa gerah yang dipancarkan matahari, Selasa (11/3) siang itu. Sejenak kemudian, ibu berputera dua ini bangkit dan menjinjing keranjangnya. Dia kembali menuruni jalan setapak menuju Sungai Kedung Gondang, Sempukerep, Sidoharjo. Di tepi sungai itu, rupanya gundukan pasir telah menanti keranjangnya. Pasir penuh di keranjang, warga Sempukerep ini pun kembali mengangkutnya ke tepi jalan raya dengan sisa-sisa tenaganya. Dia terus mengulangi lagi. Mengangkut pasir, menuruni jalan setapak, serta menaiki jalan setapak itu lagi.
“Ya, untuk biaya sekolah anak, Mas. Suami saya hanya buruh tani,” ujar Warti kepada dengan nafas yang masih ngos-ngosan.
Warti barangkali adalah gambaran ketegaran hidup seorang ibu. Pasir-pasir yang dikais Warti dari sungai itu adalah tumpuan harapannya. Jika nasib mujur, dia tak perlu menanti terlalu lama para pembeli pasir datang dan memberinya lembaran uang. “Satu rit biasanya dihargai Rp 50.000. Kira-kira, butuh dua hari untuk mengumpulkan satu rit. Kalau berdua, satu hari bisa,” lanjutnya.
Satu rit, katanya, adalah ukuran untuk mengumpulkan pasir sebanyak satu bak kendaraan pengangkut barang.
Memang, nasib baik tak selalu berpihak kepadanya. Jika pasir masih bercampur air, maka beban pasir itu seolah semakin menambah beban hidupnya. “Soalnya sudah ada pesanan, namun pasir belum siap. Jadi ya harus diangkut basah-basah,” terangnya.
Meski demikian, Warti tak mau menyerah dengan beban berat pasir itu. Beban pasir, baginya akan terasa lebih berat jika dia tak mampu menanggung beban hidupnya untuk menyelolahkan anak-anaknya. Buktinya, sejak pagi hari ketika ayam berkokok, Warti telah berangkat menantang matahari di tepian Sungai Kedunggondang itu. “Saya berangkat sekitar pukul 06.00 WIB, dan pulang sore hari pukul 17.00 WIB,” paparnya.
Lain lagi ceritanya dengan Satimin, 50, yang juga warga Sempukerep ini. Satimin rupanya lebih gesit perkara angkut-mengangkut pasir. Dia mengaku mampu mengumpulkan pasir sebanyak dua rit dalam sehari. “Tapi ya ngoyo sekali. Malamnya, badan rasanya pegel-pegel,” jelasnya.
Sepegal apa pun rasa badan, bagi Satimin, Warti dan para pengakut pasir lainnya, hal itu tak akan pernah menyurutkan nyali mereka untuk tetap mengais rupiah dari pasir. “Nyari kerja sekarang itu susah. Yang penting, bisa untuk makan, dan uang saku sekolah anak-anak itu sudah cukup,” ujar Satimin penuh kebersahajaan. aries susanto, wartawan solopos.

Read More

Wednesday, March 12, 2008

Kiyem

Saat itu, gerimis masih enggan untuk reda. Waktu masih menunjukkan pukul 01.00 WIB. Kiyem, tertidur. ”Tiba-tiba saya mendengar suara kencang. Seperti gelas pecah,” Kiyem, salah satu warga Karangtengah, Kepyar, Purwantoro, memulai kisahnya kepada Espos, Senin (3/3) siang itu.
Dalam batin, Kiyem mulai merasakan ada tanda-tanda kurang beres. Lantas, dia pun berbisik kepada dua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan satunya lagi telah hamil tua, sembilan bulan. ”Jangan terlalu panik ya, Nak. Sebentar lagi bakal terjadi malapetaka,” bisik Kiyem sambil mendekap anaknya yang ketakutan. Di dalam rumah sederhana itu, Kiyem hanya mampu memasrahkan segalanya kepada Yang Maha Mengatur Hidup. Jika memang terjadi, maka terjadilah. Suami Kiyem, Sakiman, malam itu tak di rumah. Kepala keluarga itu rupanya tengah merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib sebagai kuli bangunan. Praktis, ketakutan Kiyem dan dua anaknya di malam gerimis itu seperti di batas antara hidup dan mati. ”Saat itu kami tak tidur semalam suntuk. Kami benar-benar ketakutan setelah mendengar suara seperti gelas pecah itu,” ujarnya masih dengan nada gemetar seolah belum hilang betul rasa trauma yang menyerangnya di malam mengerikan itu.Firasat buruk yang dinanti Kiyem memang tak datang di tengah malam itu. Namun selang beberapa jam kemudian. Ketika beduk Subuh menjelang ditabuh, di situlah suara yang dicemaskan Kiyem meletus. Suara itu adalah suara tanah ambles. ”Glerr... suaranya menggetarkan seluruh rumah kami! Separuh rumah kami pun langsung doyong,” kisahnya.Rupanya, hujan deras selama hampir setengah hari, telah membuat tanah yang menjadi pijakan rumah Kiyem goyah dan kemudian ambles. Siangnya, tanah kembali menggeliat. Rumah Kiyem yang doyong itu pun akhirnya roboh dan rata dengan tanah. ”Robohnya terjadi sekitar pukul 13.00 WIB. Untung, keluarga kami selamat,” lanjutnya.Kabar amblesnya tanah warga itu pun, lekas tersiar ke mana-mana. Tak terkecuali, Sakiman, suami Kiyem, yang merantau ke Ibukota itu pun langsung pulang kampung. ”Kejadian tanah ambles ini terjadi sudah lama. Sejak nenek kami tinggal,” sambung Sakiman. Rupanya, kejadian tanah ambles itu sudah kali keempat terjadi di sepetak lahan itu. ”Lha nggak ada lahan lagi, mau pindah ke mana?” ujarnya penuh iba. Kiyem dan tujuh kepala keluarga lainnya kini, sangat membutuhkan bantuan untuk mendirikan kembali rumah di atas tanah yang tak mencemaskan itu. - Aries Susanto
Read More
Akhirnya, Mbah Wagiyem, 63, harus mengolesi lagi bibirnya dengan gincu merah merona. Wajahnya yang telah mengeriput pun diolesi bedak agar tampak muda seperti masa remajanya dulu. Tak ketinggalan, kerudung warna krem yang dia kenakan itu, juga disisipi rangkaian bunga melati yang menjulur panjang ke bawah. ”Wah, Mbah Wagiyem benar-benar menjadi pengantin baru,” bisik Trisno, salah satu warga Boto, Jatiroto dengan tersenyum.
Saat itu, Mbah Wagiyem memang benar-benar menjadi pengantin baru. Suami tercintanya, Mbah Jamun, 78, juga berdandan layaknya menjadi pengantin. Mereka duduk bersanding di kursi tanpa senda-gurau. Meski songkok yang dikenakan Mbah Jamun terlalu kebesaran untuk ukuran kepalanya, tapi dia tak mau ambil pusing. Mbah Jamun tetap khidmat mengikuti proses ijab-kabul di Mesjid Al Hidayah, Kopen, Jatiroto, Wonogiri, Senin (10/3) pagi itu. ”Mbah Wagiyem dan Mbah Jamun kami nobatkan sebagai pasangan suami-isteri yang menikah di usia paling tua di acara pernikahan massal ini,” ujar Waluyo, Kasi Kesejahteraan Sosial Kelurahan Jatiroto.Ya, Mbah Wagiyem dan Mbah Jamun memang pasangan pengantin yang cukup fenomenal di Kota Gaplek ini. Mereka telah punya putera, bahkan telah memiliki cucu. Namun, di belakang nomor urut selanjutnya yang berjumlah 19 pasangan itu, rupanya banyak juga pasangan yang juga berusia tua. ”Rata-rata usia mereka di atas 40 tahun. Ada juga kok yang termuda, usianya masih 23 tahun. Namanya Parmi,” sambung Waluyo.
”Nikah massal ya begini. Tua-tua,” sahut Arni, salah satu peserta nikah massal.
Arni sendiri mengaku senang tak terbayang bisa mengikuti nikah massal itu. Soalnya, namanya nikah itu dalam benaknya terasa berat dan butuh dana besar. ”Tak punya cukup uang untuk mengadakan pernikahan. Makanya kami ikut nikah massal ini,” terangnya.Saat Espos bertanya usianya, Arni mengaku tak tahu persis. Tapi, kalau ditanya nama suaminya, dan berapa puteranya, dengan kenes dia menjawab, ”Nama suami saya Karman. Putera saya satu. Mahar yang saya terima, seperangkat alat salat dan uang Rp 10.300.” - Aries Susanto
Read More

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates