Sunday, July 6, 2008

"Kami ingin melihat Silman diwisuda dulu..."


Langit seakan ikut berkabung mendengar kabar duka yang tiba di Dusun Pencil, Wuryorejo, Wonogiri, pada Minggu (6/7) pagi. Seorang anak muda belia dengan segudang impian mulianya untuk menjadi sarjana hukum, Silman Widadi, 21, rupanya telah pergi ke negeri keabadian untuk selama-lamanya. Ibunda tercintanya, Siti Salasatun pun mau tak mau harus merelakan putra satu-satunya itu dipanggil Dzat Yang Maha Berkehendak. "Kami ikhlas. Ini semua sudah menjadi kehendak-Nya. Kami ikhlas," ujar Siti berkali-kali dengan mata yang masih berkaca-kaca. Kematian Silman di cek dam Dusun Ngunut, Bulusulur, Kecamatan Wonogiri itu, sungguh telah meninggalkan duka mendalam bagi kedua orangtua Silman. Begitu pun karib-kerabat dan handai taulannya. Ayah Silman, Nurul Mustofa yang setiap harinya bekerja keras untuk biaya kuliah putranya di Fakultas Hukum UNS itu, tak mampu berucap banyak. Dari bibirnya itu, Nurul Mustofa mengeluarkan beberapa bait kata dan doa, "Kami ingin melihat Silman diwisuda dulu..." ujarnya dengan nada tergetar. Sementara itu, Ibu Silman yang kesehariannya bekerja di kantor kejaksaan negeri (Kejari) Wonogiri, masih seperti Gunung Renjani yang menjulang ke langit, dia tetap tabah. Meski dia merelakan kepergiannya putra satu-satunya itu, namun Siti tetap terguncang juga sisi kemanusian dan keibuannya kala menyaksikan si buah hatinya terbujur kaku dan terbungkus kain kafan. Musibah, memang tak dapat dielakkan. Dan Silman, yang menurut kesaksian para tetangganya, terkenal sebagai anak muda yang gemar baca buku itu, akhirnya harus pergi memenuhi panggilan Ilahi. "Semua itu milik-Nya. Semua pasti kembali kepada-Nya," ujarnya dengan tegar meski tetap tak mampu menyembunyikan kesedihannya. Begitu pun dengan Adi Wardani, keluarga Adi Wardana, mahasiswa semester VI Fakultas Ekonomi UNS yang juga meninggal di sungai maut itu. Adi Wardani adalah saudara kembar Adi Wardana, yang dari usia dia lebih muda beberapa menit setelah kelahiran kakaknya itu. Sesaat, setelah menyaksikan jenazah kakaknya di kamar mayat RSUD Wonogiri, Adi Wardani menujukkan kematangan jiwanya sebagai seorang adik. Dia atas nama keluarganya, mengucapkan beberapa patah kalimat yang bermuara pada kepasrahan hidup kepada pengatur jagad. "Kami sudah pasrah. Ibu kami juga telah merelakan kepergian kakak kami di usianya yang masih dini," papar warga RT 02/ RW V, Ngambar, Ngrambe, Kabupaten Ngawi, Jawa Timur. Kini, Adi Wardani harus sendiri menempuh kuliahnya di Kota Bengawan tanpa kakaknya yang menemani. Dia sudah tak lagi bisa bercanda-tawa dengan kakaknya dalam satu atap dan satu kos. Namun, kepergiannya kakaknya itu, bagi Adi Wardani justru memacu dirinya untuk semakin mandiri. "Kini, saya harus mandiri," pungkasnya. Oleh: Aries Susanto, wartawan SOLOPOS, bertugas di Wonogiri
Read More

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates