Sunday, June 27, 2010

ngarsopuro


Read More

Wednesday, June 23, 2010

Sepenggal cerita pilu pejuang kemerdekaan

Mbah Sadmo kini hanya bisa duduk di kursi rumah sewanya yang sempit. Sepasang kakinya sudah tak lagi sekuat dahulu ketika memanggul senapan di laga pertempuran. Namun, nyala api semangat di dadanya masih seperti pejuang kemerdekaan ’45 ketika merasakan ada ketidakberesan. “Saya kepikiran ingin memberontak saja,” kata dia dengan suara yang gemetaran. “Tapi dengan siapa ya? Wong saya sudah tua,” lanjut Mbah Padmo di kediamannya RT 02/ RW VII Sudiroprajan Jebres, Rabu (23/6).

Mbah Padmo adalah satu-satunya pejuang Veteran di wilayah Kampung Balong yang masih bertahan hidup. Betapapun usianya telah memasuki 87 tahun, namun kakek bernama lengkap Sadmo Atmo Dikromo ini masih ingat betul perjalanan getir hidupnya semasa muda. “Orang menyangka saya hanya pejuang Veteran. Padahal, dulu saya pernah jadi romusa di Sulawesi juga,” kisahnya.

Semangat anti penjajahan itu pula yang membuat Mbah Padmo kabur membelah samudra bersama rekan-rekannya. Ada yang selamat, ada pula yang pulang tingal nama. “Saya beruntung masih selamat. Tapi, banyak kawan-kawan yang mati,” tuturnya.

Kenangan pahit dan patriotik itu sungguh terpatri dalam hidup Mbah Padmo. Namun, raga Mbah Padmo kini telah renta. Tak ada harta kekayaan atau tempat tinggal yang bisa ia wariskan, selain sekuel kisah perjuangannya masa lalu. “Bapak sudah tak kuat lagi ke mana-mana sejak sakit-sakitan,” papar Sarjono, putera angkat semata wayangnya.

Untuk membiayai sewa rumah, biaya hidup, berobat, dan kebutuhan sehari-harinya, Mbah Padmo hanya menggantungkan tunjangan pensiun Veteran. Dua tahun lalu, ketika pemerintah mengumumkan adanya dana kehormatan bagi para pejuang kemerdekaan, Mbah Padmo menaruh harapan besar dan bergegas mengurusnya. Segala berkas yang dipersyaratkan, mulai kartu keluarga (KK), poto, KTP, hingga SK asli penetapannya sebagai pejuang veteran juga telah diajukan. Namun, sejak 1,5 tahun itu, dana yang diperuntukkan untuk menghargai jasa-jasa pejuang negeri rupanya tak kunjung datang. “Bapak selalu tanya, dananya sudah turun belum, Le,” kata Sarjono menirukan kata-kata ayahnya yang mulai sakit-sakitan itu.

Kisah pahit Mbah Padmo hanya satu di antara ratusan pejuang veteran di Kota Solo yang hidup di bawah standar kelayakan. Mereka adalah pejuang yang tulus tanpa pamrih apapun kecuali untuk sebuah kemerdekaan bagi anak-anak dan cucu bangsa ini.

Kini, ketika sebuah kemerdekaan telah dirayakan penuh gegap gempita, Mbah Padmo serasa belum merasakan arti kemerdekaan itu. Dalam hatinya yang paling sunyi, mbah Padmo mungkin selalu bertanya penuh getir, masihkah berarti dana kehormatan bagi dirinya yang telah renta dan sakit-sakitan itu. “Le, kapan ya dana kehormatan itu turun?” tanyanya penuh harap.



Read More

Sunday, June 20, 2010

Read More

Monday, June 14, 2010

sample baju batik


Read More

sample batik

Read More

sample batik

Read More

sample baju batik

Read More

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates