Thursday, August 12, 2010
happy anniversary...
Aku tak tahu bagaimana caraku menyambut perayaan ulang tahun kita yang sepi itu. Aku sendiri selalu dirundung sepi, ngungun, terkurung dalam kelemahanku yang tercipta olehmu. Bahkan, untuk sekedar bertanya sudah berapa purnamakah yang kita lewati, aku pun tak sanggup. Aku terlalu takut berharap lebih padamu.
Petang itu, setelah sekian lama kita tak saling bersua, engkau bertanya kembali padaku tentang mudik. Aku terdiam. Sebab, aku harus menghimpun kekuatan lebih dahulu untuk menjawabnya. Adakah yang lebih berarti atas kepulanganku nanti, selain sekedar bertemu denganmu. Kita memang sama-sama tak tahu harus berbuat apa. Engkau telah bertekad menuntaskan asamu yang kau gantungkan di setiap mimpimu. Sedang aku, hanya bisa menitip salam rindu tanpa sanggup menjemputmu. Dan di antara ketakberdayaan itu, kita sama-sama menyimpan kegundahan serupa. Kita sama-sama tak lagi membahas tentang purnama sebab hanya akan mengusik cita-citamu. Kita pun sama-sama bersikap seakan tak saling menghirau. Kita seperti berjalan sendiri-sendiri. Mungkin, memang demikinkah hakikat tak saling menuntut?
Sudahlah, biarkan semua berjalan apa adanya. Semoga tahun depan, kita masih bertemu happy anniversary itu—betapa pun telat dua hari. Biarlah happy anniversary itu selalu terlahir, hadir, dan menyapa kita meski dalam sepi yang pilu.
Solo, Kamis 12 Agustus 2010.
Subscribe to:
Post Comments (Atom)
No comments:
Post a Comment