Oleh: Aries Susanto
“Merdeka!!” pekik Soenarso, Sabtu (16/8) malam itu. Di pelataran rumahnya di RT 01/ V Kelurahan Mangkubumen, Banjarsari, Solo, suara Soenarso masih terdengar membakar, meski sedikit bergetar. Mungkin karena usianya yang telah menginjak kepala delapan itu, suara Soenarso pun tak lagi kencang. “Eyang sudah tua. Usianya sekarang 80 tahun. Eyang sendiri yang memaksa acara tirakatan ini digelar di rumahnya,” ujar Suwardi, ketua RT setempat.
Malam itu, Soenarso benar-benar ingin mengenang masa mudanya dulu ketika gigih berjuang bersama Tentara Pelajar di Kota Bengawan ini. Lagu-lagu perjuangan ia putar. Songkok hitam yang ia kenakan, dia pasangi bendara merah putih berukuran mungil. Lantas, dia membagi selebaran tulisan berisi sejarah perjuangan bangsa
Di bawah terang purnama malam itu, mantan pejuang 45 itu berkali-kali memekikkan kata “Merdeka!” Tangannya mengepal ke atas. Suaranya masih bersemangat. Puluhan warga yang hadir, spontan memekikkan kata “Merdeka” bersama-sama. “Bangsa kita sudah merdeka. Van Solo begint de Victory. Dari Solo dimulai kemenangan,” kata Soenarso di hadapan warga RT setempat yang hadir pada acara tirakatan itu.
Bak sang resi yang sedang memberi bimbingan kepada para muridnya, Soenarso pun berkisah dengan pelan dan runtut tentang perjuangan tentara pelajar di Solo.
Jumlah Tentara Pelajar sebanyak itu, rupanya cukup membikin pusing dan kalang kabut tentara musuh. Soalnya, tentara pelajar yang tersebar di
Kemenangan, memang tak lahir dengan sendirinya tanpa melaluli sumbu sejarah yang panjang. Kemenangan itu, kata Soenarso, harus ditebus dengan darah dan air mata, juga dari anugerah Tuhan Yang Maha Kuasa. Bahkan, berdirinya Tugu Lilin pada tahun 1933 itu, tegasnya, adalah isyarat sebuah kemenangan. “Fondasi Tugu Lilin dibangun dari gumpalan tanah yang dibawa dari sabang sampai meraoke oleh para pemuda
Setelah berhasil mengusir bangsa penjajah, Soenarso dan kawan-kawan eks Tentara Pelajar rupanya tak mau berpangku tangan. Mereka terus berjuang dengan mendirikan ribuan taman pendidikan SD di pelosok-pelosok desa hanya dalam waktu sekejap, dua tahun. Ini adalah bukti nyata perjuangan para Tentara Pelajar yang telah mereka abadikan dalam semboyan “from the bullet to the books.” “Dari peluru ke buku adalah semboyan teladan, betapa pentingnya pendidikan bagi kemajuan bangsa. Kepada generasi penerus, ayo berjuang dengan keyakinan bahwa Tuhan bersama kita,” nasihatnya malam itu.
Kini, bangsa
Aries Susanto, wartawan SOLOPOS, bertugas di Kota Solo
mas saya mau tanya
ReplyDeletetentara pelajar saat serangan 4 hari di surakarta itu berapa orang, dimana aja?
sejarah tentara pelajar di solo terbentuk dari mana?
saya ingin membuat buku tentang serangan itu. mohon bantuannya :D