Sunday, May 9, 2010

Para pengayuh yang melawan arus...

Mereka hidup dari kedua kaki dan lengannya yang kekar. Ketika kemajuan zaman telah meninggalkannya jauh, mereka masih percaya bahwa roda-roda becaknya itu sanggup memutar kehidupannya, betapapun kini kian terasa berat. “Narik becak sekarang itu nggak seperti dulu, Mas. Dulu kan belum banyak kendaraan bermotor, belum banyak HP, dan taksi. Sekarang, seharian tak dapat penumpang sudah biasa,” kata pengayuh becak yang biasa mangkal di kawasan Gladak Pasar Kliwon, Bambang, Kamis (8/4).
Bambang, pengayuh becak asal Purwodadi itu adalah seorang bapak dengan empat orang anak. Lima tahun lampau, ketika beban tanggungannya kian terasa berat, dia rela merantau ke Kota Bengawan ini dengan memanggul harapan agar bisa hidup lebih baik. Dan pilihan hidupnya kala itu hanya satu, mengayuh becak demi masa depan anak-anaknya yang kini dititipkan neneknya di kampung halaman. “Kalau uang hasil mbecak sudah terkumpul, saya baru berani pulang,” urainya.Di Gladak, sebuah kawasan yang menjadi jantungnya Kota Solo dengan sekian pusat perbelanjaan itu, Bambang harus berpacu dengan ratusan pengayuh becak lainnya untuk menawarkan jasa tumpangan hingga larut malam. Di sana, mereka seakan tak lagi menghiraukan kendaraan-kendaraan mewah yang melaju kencang di jalan utama. Begitu pun dengan rambu-rambu lalu lintas yang menunjukkan jalur searah di Jalan Slamet Riyadi dan Jalan Mayjen Sunaryo juga mereka lawan dengan tenang. “Pak polisi dan Dishub sudah memaklumi kami kok. Soalnya, kalau kami harus muter, ya terlalu jauh,” sahut penarik becak lainnya, Yulianto.Apa yang dilakukan Bambang dan ratusan pengayuh becak lainnya itu adalah pilihan terakhirnya. Mereka sadar itu memang keliru. Namun, apa yang bisa diperbuat bagi mereka, para pengayuh becak yang untuk menyambung hidupnya saja harus menggenjot pedal penuh dengan peluh.Sementara, membanjirnya jumlah kendaraan di Kota Solo sudah tak bisa diikuti dengan pelebaran jalan. Begitu pun jalur lambat yang sedianya untuk kendaraan tak bermesin, juga telah menjelma lahan parkir, city walk berportal dan dipenuhi pedagang kaki lima (PKL). Dan mengayuh becak sambil melawan arus adalah pilihan terakhirnya betapapun membahayakan keselamatannya dan penumpangnya. “Jalur lambat sekarang itu penuh kendaraan parkir. yenggol kendaraan sedikit saja, urusannya bisa ramai dengan Jukir,” jelasnya.


No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates