Monday, October 11, 2010

Mawar Melati itu...

Mawar dan Melati adalah dua bocah kembar. Usianya masih lima tahunan. Ketika mereka lahir, ada tangis bahagia dan tangis duka. Sebab, ibunya telah mendahului pergi ke alam baka bersamaan dengan kelahiran dua bocah itu. Dan seperti anak-anak yatim yang lain, Mawar dan Melati pun harus menjalani hidup tanpa pernah menatap wajah ibunya meski sekilas. Untuk mengisi hari-harinya, mereka pun diasuh bibinya, Marsih, 50, di Dukuh Klebengan Desa Juwiran Kecamatan Juwiring Klaten. “Ayahnya merantau ke Jakarta untuk menghidupi dan menata masa depan Mawar Melati,” kisah seorang pengacara, Gino, penuh iba. Senin (11/10) siang itu, Mawar dan Melati tak bermain riang di taman kanak-kanak (TK) bersama teman sebayanya. Mereka bermain di emperan Pengadilan Negeri (PN) Klaten bersama bibinya dan sejumlah saudaranya. Kedua bocah itu sama-sama berpakaian serba merah, namun bukan simbol marah. Mereka datang untuk menjadi saksi korban atas rentetan malapetaka yang menimpanya selama setahun ini. “Mawar dan Melati bukan saja telah dicabuli. Namun, telah disetubuhi,” tegas Gino dengan marah tertahan. Sejak awal, Gino memanggil dua bocah kembar itu dengan nama samaran Mawar dan Melati. Panggilan itu bukan sekadar untuk melindungi identitas mereka yang masih panjang masa depannya. Namun, memang semestinya Mawar-Melati diperlakukan seperti bunga yang tumbuh dan disiram penuh kasih sayang. “Sayang, sejak Agustus 2009 hingga Juli 2010, Mawar-Melati telah menjadi korban pelampiasan nafsu seorang ramaja lulusan SMP yang suka nonton film porno,” jelas Gino. Malapateka itu sungguh terasa menyakitkan. Sebab, korban bukan saja seorang bocah yang masih lugu. Namun, juga seorang anak yatim sejak lahir. Lebih memprihatinkan, pelaku yang masih berusia 17 tahun itu, Ar, bukan sekali dua kali menuruti nafsu bejatnya. Namun, lebih dari empat kali hingga selaput dara dua bocah kembar itu robek. “Kesaksian korban menyebutkan empat kali. Namun, saya yakin lebih dari tujuh kali, sebab korban masih bocah yang tak mengingat betul kejadiannya,” urai Gino. Terkuaknya kisah itu bermula dari kesaksian Marsih yang kerap melihat bercak warna merah di pakaian dalam Mawar-Melati saat memulai aktivitasnya mencuci. Warna merah itu rupanya bukanlah warna biasa. Melainkan warna merah darah. “Semula bibinya tak menaruh curiga sama sekali. Namun, ketika Mawar-Melati mengeluh sakit, mereka pun diperiksakan ke dokter hingga ke dukun. Hasilnya, ada luka robek serius di selaput daranya,” ceritanya.Semua terkejut, terpukul, dan marah. Ibu kedua bocah kembar itu barangkali akan menangis tersedu andai menyaksikan buah hati yang ia lahirkan dengan taruhan nyawanya itu diperdaya oleh remaja yang masih tetangganya sendiri. Dan seperti yang sudah diduga, pelaku yang diancam UU Perlindungan Anak dengan kurungan maksimal 15 tahun penjara itu mengaku menyesali kelakuannya. “Saya sangat menyesal,” katanya lirih kepada Gino, penasehat hukumnya yang ditunjuk PN. Rasa sesal memang selalu datang di kemudian hari. Dan remaja itu baru menyadari betapa dirinya selama ini telah terpedaya oleh kemajuan teknologi tanpa batas itu. “Jika bukan orangtua dan keluarga, siapa lagi yang akan menjaga anak-anak kita dari gempuran kemajuan teknologi itu,” pesan Gino.


2 comments:

  1. smg hari depan dua bunga itu cerah. amin

    ReplyDelete
  2. tapi banyak bunga dari plastik...piye ki?hawaaa

    ReplyDelete

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates