Wednesday, July 8, 2009

my father in memoriam...

Selepas azan duhur berkumandang, aku bergegas pulang; berharap bisa menatap sekilas wajah ayahku untuk yang terakhir kalinya. Namun, aku terlambat. Ayahku sudah disemayamkan. Dan aku hanya bisa menyaksikan bayang-bayang ayahku dalam pusara makam, bertabur bunga kamboja yang masih segar. Ayahku telah pulang ke negeri keabadian untuk selama-lamanya...

* * *

Ayahku lahir dan tumbuh di lingkungan sosial-politik yang sama sekali tak berpihak kepadanya. Kegemarannya semasa mudanya sebagai pegiat Lembaga Kebudayan Rakyat atau Lekra, rupanya menjadi musibah. Bersama kawan-kawanya, ayahku pun dijebloskan ke penjara hanya karena tuduhan sebagai pegiat organisasi yang ditunggangi komunis itu. Dan selama beberapa tahun, ayahku harus rela meringkuk di balik jeruji penjara. Rasa sakit itu sungguh terasa perih. Namun, ayahku bukanlah pendendam. Dia tetap sadar diri; sadar sebagai rakyat jelata yang berulangkali nyawanya nyaris ditebas celurit ketika tragedi pembataian massal ’65 meletus. Dan ayahku tetap bersyukur masih diberi kesempatan hidup kala itu.
Selepas menjalani kurungan penjara, ternyata tak lantas membuat ayahku bisa menghirup udara bebas di negerinya yang ia cintai ini. Ayahku ternyata harus rela menerima stigma komunis seumur hidup. Semua pintu-pintu berbau pemerintah tak akan sudi menerima pegawai macam ayahku. Getirnya lagi, seluruh putera ayahku juga masuk dalam daftar orang-orang terlarang masuk ke instansi pemerintah; termasuk aku, putera bungsunya. Rasa sakit itu kian terasa perih. Namun, ayahku ternyata bukanlah pendendam.
Ayahku mulai menyingsingkan lengan bajunya. Ia memang pekerja keras. Dia rela melakukan usaha apa saja di negerinya ini; asal tak memakan hak-hak orang lain, asal tak menambah beban negara, apalagi sampai merugikan negaranya. Itulah falsafah hidupnya yang ia lakoni seumur hidupnya; justru di saat orang beramai-ramai bancakan makan uang negara ini. Ia pernah sebagai penjual kayu, tukang kayu, tukang sobek karcis, hingga kerja serabutan sebagai makelar tanah. Semua, dilakoni ayahku dengan rela; demi membuat dapur keluarga tetap ngepul. Dan satu-satunya hak asasi ayahku-selain hak menghirup udara-yang tak dilarang pemerintah mungkin tinggalah menggemari sepak bola. Aku masih ingat, jauh hari, sebelum sepak bola menjadi bisnis kapitalisme seperti saat ini; ayahku kerap mengajakku menonton pertandingan sepak bola selepas asar. Pulang nonton sepak bola di luar kota, tak lupa membeli majalah Intisari favoritnya itu. Kadang membeli buku lawas yang tak pernah kutahu isinya itu. Setelah aku mengenal bangku sekolah; aku baru sadar ternyata ayahku gemar membaca karya Pramoedya, Di Bawah Bendera Revolusi-Soekarno, atau karya-karya terjemahan dari Rusia maupun buku-buku Marx.
Lepas dari sisi kelemahannya, ayahku memang menyimpan truma dalam memori ingatannya kepada formalisme keberagamaan. Aku tak tahu; apakah itu karena pengaruh buku-buku Marxian yang selalu menuding formalisme agama sebagai penjilat kaum borjuis. Yang jelas, ketika bicara agama; ayahku seakan trauma atas sekian peristiwa pertumpahan darah yang selalu mengatasnamakan agama. Itulah sebabnya, ayahaku memberikan kemerdekaan atas keyakinan beragama kepada anak-anaknya. Karena, baginya agama adalah sesuatu yang amat kudus, intim, antara hamba dengan khalik-Nya. Semua yang bernama insan, kata Ayahku yang terus kuingat, telah diberi bekal nur untuk mengenal Tuhannya. Apapun bentuk agamanya, kata ayahku, itu sah-sah saja. Anak sulung ayahku dikasih gelar nama dari Pulau Dewata yang identik dengan agama hindu-budha. Nama anak keduanya diambilkan dari bahasa arab. Nama anak ketiga dinukil dari bahasa kristian. Sedang nama anak keempatnya, diambilkan dari khasanah era filosuf yunani kuno. Meski demikian, semua anak-anaknya ternyata memeluk agama Islam; Islam yang lahir dari kultur jawa timur alias Islam bawaan.
* * *…….

Pare, 02 Juli 2009 Pukul 23.00 WIB



No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates