Saturday, February 2, 2008

Pak Jono...

Pilu benar nasib Jono. Warga RT 01/ RW I Kelurahan Sewu itu bukan saja kehilangan harta bendanya, namun rumah satu-satunya di bantaran Sungai Bengawan Solo itu juga hanyut diseret air bah entah ke mana.

Padahal, rumah itu menjadi tempat bernaung dirinya serta keluarganya sebanyak lima jiwa. ”Termasuk cucu saya yang masih kecil ini,” ujarnya sambil mengusap kepala cucunya di tanggul pengungsian, Jumat (4/1).
Sudah sepekan ini, Jono tak lagi berkumpul dengan isteri dan anak-anaknya di dalam rumah seperti dulu kala. Rumah itu telah hanyut bersama dengan segala kenangannya. Sejumlah baju-baju, peralatan dapur, serta kasurnya juga hanyut bersama ke Sungai Bengawan Solo. Dan di tanggul pengungsian yang beratap terpal serta berlantai tanah becek itulah, Jono mengisi hari-harinya di sana dan harus rela berselimut dengan dinginnya angin malam. ”Ya beginilah kondisinya. Masak dan tidur di sini. Kalau malam dingin sekali,” tutur Ny Jono.
Ya, di tanggul itulah Jono membuat benteng pertahanan akhir. Padahal, sebelumnya Jono sudah bermimpi bakal merehab rumahnya dengan memakai bantuan dana dari kelurahan, yakni rumah tak layak huni (RTLH). Namun, apa daya banjir ternyata terlebih dahulu meruntuhkan mimpi-mimpinya itu.
Saat banjir datang, Jono sungguh tak menyangka. Soalnya, banjir datang dengan begitu cepatnya sementara dirinya dan keluarganya tengah terlelap dalam tidur. ”Saya kaget sekali. Karena tiba-tiba air sudah sedada saya,” sambung Ny Jono.
Maka, dengan segenap kemampuan yang mereka miliki, keluarga Jono pun berupaya menyelamatkan barang-barangnya dan memanggulnya ke tanggul. ”Air saat itu saya rasakan berguncang-guncang ke sana kemari. Dan karena saking kuatnya, kami pun lekas menuju tanggul. Esoknya saat banjir surut, rumah kami telah tiada,” kisahnya.
Bukan itu saja, akibat banjir itu juga membuat langkah kaki Jono terlihat tertatih-tatih. Soalnya telapak kakinya harus dijahit sebanyak empat jahitan lantaran tak sengaja menginjak kaca.
Salah satu putera Jono, Sri Muyekti yang juga mendirikan rumah di kawasan bantaran Bengawan Solo rupanya juga tak luput dari ganasnya arus sungai itu. Meski rumahnya tak sampai terseret arus seperti rumah orangtuanya, namun kondisinya sudah tak memungkinkan lagi untuk ditempati. ”Rumah saya sudah doyong. Sekarang saya ikut mertua. Anak saya masih bayi, kasihan kalau bermalam di tanggul.”
Keluarga Jono adalah satu dari ratusan keluarga yang bernasib malang di Solo. Mereka kini membutuhkan tempat bernaung layaknya tempat tinggal yang berdinding agar tak tertembus dinginnya angin malam. Bagi mereka tempat bernaung itu masih di awang-awang. - Aries Susanto


No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates