Wednesday, March 12, 2008

Kiyem

Saat itu, gerimis masih enggan untuk reda. Waktu masih menunjukkan pukul 01.00 WIB. Kiyem, tertidur. ”Tiba-tiba saya mendengar suara kencang. Seperti gelas pecah,” Kiyem, salah satu warga Karangtengah, Kepyar, Purwantoro, memulai kisahnya kepada Espos, Senin (3/3) siang itu.
Dalam batin, Kiyem mulai merasakan ada tanda-tanda kurang beres. Lantas, dia pun berbisik kepada dua anaknya yang masih duduk di bangku SD dan satunya lagi telah hamil tua, sembilan bulan. ”Jangan terlalu panik ya, Nak. Sebentar lagi bakal terjadi malapetaka,” bisik Kiyem sambil mendekap anaknya yang ketakutan. Di dalam rumah sederhana itu, Kiyem hanya mampu memasrahkan segalanya kepada Yang Maha Mengatur Hidup. Jika memang terjadi, maka terjadilah. Suami Kiyem, Sakiman, malam itu tak di rumah. Kepala keluarga itu rupanya tengah merantau ke Jakarta untuk mengadu nasib sebagai kuli bangunan. Praktis, ketakutan Kiyem dan dua anaknya di malam gerimis itu seperti di batas antara hidup dan mati. ”Saat itu kami tak tidur semalam suntuk. Kami benar-benar ketakutan setelah mendengar suara seperti gelas pecah itu,” ujarnya masih dengan nada gemetar seolah belum hilang betul rasa trauma yang menyerangnya di malam mengerikan itu.Firasat buruk yang dinanti Kiyem memang tak datang di tengah malam itu. Namun selang beberapa jam kemudian. Ketika beduk Subuh menjelang ditabuh, di situlah suara yang dicemaskan Kiyem meletus. Suara itu adalah suara tanah ambles. ”Glerr... suaranya menggetarkan seluruh rumah kami! Separuh rumah kami pun langsung doyong,” kisahnya.Rupanya, hujan deras selama hampir setengah hari, telah membuat tanah yang menjadi pijakan rumah Kiyem goyah dan kemudian ambles. Siangnya, tanah kembali menggeliat. Rumah Kiyem yang doyong itu pun akhirnya roboh dan rata dengan tanah. ”Robohnya terjadi sekitar pukul 13.00 WIB. Untung, keluarga kami selamat,” lanjutnya.Kabar amblesnya tanah warga itu pun, lekas tersiar ke mana-mana. Tak terkecuali, Sakiman, suami Kiyem, yang merantau ke Ibukota itu pun langsung pulang kampung. ”Kejadian tanah ambles ini terjadi sudah lama. Sejak nenek kami tinggal,” sambung Sakiman. Rupanya, kejadian tanah ambles itu sudah kali keempat terjadi di sepetak lahan itu. ”Lha nggak ada lahan lagi, mau pindah ke mana?” ujarnya penuh iba. Kiyem dan tujuh kepala keluarga lainnya kini, sangat membutuhkan bantuan untuk mendirikan kembali rumah di atas tanah yang tak mencemaskan itu. - Aries Susanto


No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates