Sebagai orang desa, aku cukup bangga berislam dengan tradisi keislaman orang desa yang sahaja dan apa adanya itu. Itulah islam yang menurutku membumi, mendarah daging, dan tak kehilangan ruangnya.
Biarlah aku berislam dengan kejawaanku, tanpa harus kearab-araban. Bagiku, Tuhan seperti matahari. Meski diseru dengan berbagai nama, namun sejatinya tetap satu dan diterima di banyak ruang. Itulah kenyataan bahwa Tuhan berkomunikasi dengan bahasa budaya yang dipahami hamba-Nya.
No comments:
Post a Comment