Friday, April 10, 2015

Pengalaman Saat Pengajian Cak Nun

Aku meluncur ke Jogja bersama motor tuaku. Usai maghrib menjelang isyak itu, jalan Solo-Jogja tak lagi padat merayap seperti hari-hari sebelumnya. Tak ada antrean panjang di simpul-simpul persimpangan jalan, atau parade klakson mobil penuh ketaksabaran. Sesekali saja, bola mata ini tak bisa menepis sepasang anak muda di mabuk asmara yang kian lengket di atas jok motor ketika lampu merah bangjo menyala.

Ah, gerimis yang turun senja itu sungguh menjadi awal yang indah bagi perjalanan malam ini. Ponselku berkali-kali berdering. Tapi, aku tak lagi peduli. Sepenting apapun pesan yang masuk, bagiku tetap tak mampu mengalahkan arti sebuah keselamatan di jalan raya. Aku tak ingin menambah deretan panjang angka kecelakaan di jalan raya hanya demi menuruti kemauan teknologi. Jalan ini sudah terlalu sering bersaksi betapa nyawa manusia tak lebih berharga dari seikat sayur di pasar.

Malioboro! Jalan itu masih lengang. Aku tak peduli. Aku terus meluncur, berbelok, menarik gas ke arah selatan dan terus meluncur berkilo-kilo meter lagi. Tibalah aku di ruas jalan setengah gelap. Lalu menikung ke kiri dan masuk ke sebuah desa. Di sana, terdengar lumat-lumat senandung shalawat yang tak lagi asing di telingaku. Suara itu terdengar meratap, namun bukan sesal. Suara itu sungguh penuh harapan, cinta, dan khouf, bukan keputusasaan.

Itulah suara Markesot, sosok imajiner dalam esai-esai budayawan mbeling asal Jombang. Dia sebut-sebut asma kanjeng Muhammad penuh kesungguhan tiada henti. Dia seakan ingin sekali mengaku dan menangis sejadi-jadinya di pangkuannya. “Kanjeng Nabi, saban hari engkau selalu mengunjungi kami, memperhatikan kami, tapi kami sama sekali tak pernah menyapamu,” katanya.

* * *

Hidup barangkali bukan hanya melintasi segala yang kasat mata atau yang rasional. Sebab, perasaan di ruang batin terkadang menjadi bahasa yang paling sublim. Ia tak terkatakan, tapi selalu mengetuk dan memanggil-manggil yang suci. Itulah hakikat kehadiran. Dan malam ini, aku hanya ingin merasakan kehadiran itu, di dalam lingkaran cinta Kanjeng Nabi itu.
Allohumma solli ‘ala Muhammad!!

Kasihan Bantoel Jogja, 17 September 2010


No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates