Friday, May 8, 2009

kidung rumah tangga 2

Selalu ada kisah pilu di kampung halaman. Tentang saudara dekat ayah yang terusir dari gubuknya sendiri. Tentang penyakit menahun bapak yang telah menggerogoti persendian tubuh dan membuatnya lumpuh tak berdaya. Tentang desakan ekonomi yang memaksa saudara ibu harus merantau ke negeri tetangga, memungut recehan ringgit di usianya yang berkepala 50-an tahun. Juga tentang budhe yang salah satu kakinya harus di-gip setelah ditabrak seorang anak muda tanpa tangungjawab. Dan seperti lagu lama yang tak pernah usang didengar, aku hanya termangu malam ini…
Mungkin, ini hanyalah bagian kecil dari rentetan peristiwa kelam masa lalu. Saudara ayah, sejak berpuluh-puluh tahun telah hidup dalam kemiskinan total. Anak tak punya, harta pun tak punya. Kini, gubuk satu-satunya tergadaikan sudah.
Saudara ibu, terpaksa mengadu nasib ke Malaysia sebagai pembantu warung makan. Utang-utangnya di bank plecit rupanya terus mencekik leher. Tak ada yang menghalau, meski semua saudara menyimpan rasa sesal. “Katanya, dikontrak dua tahun. Nanti, gajinya akan dikumpulkan untuk membayar hutang-hutang dan bekal hari tua,” kisah ibu.
Budhe, sejak salah satu kakinya patah sebulan lalu, dia tak lagi bisa menggelar dagangannya di tepi trotoar pasar. Peristiwa itulah yang menjadi tonggak waktu tak lagi ada pendapatan yang dipakai untuk membuat dapur ngebul.
Bapakku….Ah, aku hanya bisa pasrah saja kepada suratan takdirnya. Mungkin, ini lebih baik di antara pilihan terburuk lainnya. Mungkin, hanya doa-doa yang mampu membalikkan takdir.
* * *
Sejenak, aku teringat lagu Love of My Live-nya The Quen di tengah perjalananku pulang tadi. Atau Bayang-Bayang Ilusi-nya Anggun yang mengalun merdu di MP3-ku. Lirik-liriknya yang bersemangat itu, benar-benar membangkitkan gairah hidup. Membayangkan sepuluh atau 15 tahun lagi bahwa hidup semestinya bertabur suka cita. Tak ada lagi kesenjangan yang begitu lebar menganga, seperti dalam kisah para warga blandong di Blora, Cepu, Bojonegoro. Kepung dan sejumlah wilayah lainnya yang terisolir hutan dan segala isinya. Karena, tanah, air, udara, hutan, dan segala isinya, bagi mereka hanyalah bayang-bayang ilusi yang tak kan pernah bisa mereka nikmati. Dan mereka benar-benar miskin dan tak bisa makan di lumbung padinya sendiri…



No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates