Friday, May 8, 2009

Tuhan pun tersenyum

TAK semua yang mendengar dan melihat mampu mencercap cahaya. Cahaya itu hanya akan menancap ke ubun-ubun orang yang hatinya benar-benar tawadhu’ mengharap pada-Nya.

Yahdillahalinurihii mayyasa’…

Dia tak bisa didekati semata dengan menegakkan ritual dhohir penuh kecongkakan, yakni sebuah keyakinan yang menganggap bahwa segala amal perbuatannya selama ini adalah tebusan untuk Tuhannya. Inilah kesombongan baru seorang hamba kepada Tuhannya. Mereka ialah orang-orang yang memandang Tuhan tak ubahnya raja sangar pembuat aturan an sich. Sebuah kemuliaan, selalu mereka ukur berdasarkan norma dan dogma. Ketika aturan-aturan dhahir yang termaktub dalam serpihan ayat-ayat tersurat telah ia tunaikan, maka bangga benar mereka. Lantas, tanpa sadar mereka menilai diri sebagai hamba sejati dan hatinya kian tenteram untuk terus melakukan klaim kebenaran (truth claim) atas orang lain. Mereka tak kanKetika engkau melihat kemungkaran, maka ubahlah dengan hati. Karena hati terlalu lemah, maka ubahlah dengan kepalan tangan dan senjatamu.” segan bertindak destruktif, anarkis, demi memaksakan keyakinannya itu sambil mengusung panji termasyhur ini: “

Mereka menyangka, hanya dengan bertindak demikianlah, Tuhannya akan tersenyum simpul kepadanya. Mereka sungguh tak ingin bertemu Tuhannya nanti dengan bermuram durja lantaran membiarkan kemungkaran menari-nari di depannya.

Mungkin benar, bahwa Tuhan akan tersenyum kepadanya. Seraya berbisik, Tuhan lantas mengulang firmannya, “Aku sungguh dekat dengan hamba-Ku, lebih dekat dari urat nadinya sendiri…”

Tuhan terus melanjutkan firmannya itu sambil tak henti tersenyum, “Akulah Tuhan yang penuh cinta kasih sayang. Engkau mendekat selangkah kepada-Ku, seribu langkah Aku kepadamu. Ketika engkau rasakan begitu dekat kehadiran-Ku, maka kaki-Kulah yang sebenarnya melangkah ketika engkau melangkah…”

“Dan ingatlah!!” mendadak Tuhan berhenti tersenyum, “Bahwa Aku ada dalam persangkaan hamba-Ku…” tegas Tuhan seolah ingin menyampaikan pesan yang selama ini terabaikan para hamba-Nya. “Janganlah kau sangka Aku sebagai Tuhan yang seperti itu; pemarah, pemurka, hingga membuat diri kalian selalu memonopoli dan merebut kebenaran yang sesungguhnya itu adalah hakku yang tahu…!” tiba-tiba suara Tuhan menggelegar diiringi gemuruh.

Solo, 18 Maret 2009, 04.03 WIB.



No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates