Wednesday, November 10, 2010

harta termahal di pengungsian...


Kisah para pengungsi tak selamanya bertutur tentang luka dan air mata. Seperti kisah perjalanan kaum muhajirin dan kaum anshor di abad VII Masehi era kepemimpinan Nabi Muhammad, kedatangan para pengungsi dari lereng Merapi itu tak jarang disambut penuh cinta oleh warga setempat. Mereka bukan saja saling membalut luka, namun juga saling berbagi tawa menatap hari depan, meski ancaman Merapi masih membayangi mereka. “Kami benar-benar menemukan saudara baru di pengungsian ini. Mereka sangat pehatian dengan kami,” kata Mbah Narto, warga pengungsian dari lereng Merapi Desa Deles Sidorejo Kemalang ketika baru tiba posko pengungsian gedung serbaguna Desa Manjung Kecamatan Ngawen Klaten, Selasa (9/11).
Mbah Narto bersama 600-an warga lainnya mengungsi bukan di pendapa atau di pos-pos pengungsian yang disediakan Pemkab Klaten. Melainkan di rumah-rumah warga di Desa Manjung Kecamatan Ngawen yang sebelumnya tak mereka kenal sama sekali. Mereka tiba-tiba saling mengenal setelah dipertemukan dalam suasana pengungsian. Dalam pengungsian itu, mereka tiba-tiba saling membalut luka. Ada yang menyerahkan baju, ada yang memasak makanan, ada yang merebus air, menata tikar, hingga menyiapkan kandang ternak serta rumputnya. Semua itu dilakukan hanya diikat oleh semangat kemanusiaan. “Kami merasa sangat lega. Seluruh warga di sini menyambut kami dengan tangan terbuka,” kata Sukiman, tokoh masyarakat Sidorejo.
Inilah barangkali yang membuat kecemasan warga pengungsian itu menyingkir seketika. Mereka tak lagi mencemasan persiapan baju untuk salin esok hari. Sebab, berdus-dus pakaian baru dan pakaian layak pantas langsung membanjir tak lama setelah mereka tiba. Mereka juga tak lagi mencemaskan nasib ternak mereka, sebab kandang dan rumput telah disediakan warga setempat. Mereka juga tak lagi mencemaskan logistik, sebab tangan-tangan sukarela tak terduga datang penuh kasih sayang membantu mereka. “Warga yang memiliki kemampuan merumput, ya mencarikan rumput. Yang punya keahlian memasak, ya memasak. Semua saling membahu dengan kemampuannya masing-masing,” sahut Kepala Desa Manjung, AB Amanto.
Inilah fakta yang sesungguhnya warga setempat di tengah bencana Merapi. Mereka, warga di lereng Merapi itu memang kehilangan sebagian harta kekayaannya setelah awan panas dan abu vulkanik menyapu kampung mereka. Namun, mereka sesungguhnya masih memiliki harta termahal, yakni ikatan batin sosial yang mengakar kuat selama ini. “Kami benar-benar salut dengan warga di sini. Mulai pemuda dan orang dewasa menyambut kedatangan kami,” lanjut Sukiman.


No comments:

Post a Comment

Tentang Blog

Ini hanya cerita tentang orang biasa. Tentang ketegarannya, kesabarannya, ketekunannya, kebesaran jiwanya, dan kepasrahan hidupnya kepada pemangku jagad ini.

Terpopuler

Designed ByBlogger Templates